ANALISIS
DAN EVALUASI FAKTOR PENCAHAYAAN
PADA
RUANG KULIAH
(Studi
Kasus di Jurusan Teknik Mesin Dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)
Selly Pinangki, Lina Dianati
Fathimahhayati,
Suhendrianto, Dwi Handayani,
I.G.B. Budi Dharma
Pascasarjana Jurusan Teknik Mesin dan Industri,
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Jalan Grafika No. 2 Kampus
UGM, Yogyakarta 55281
Telp. (0274) 521673, 6492181
Fax. (0274) 521673, 6492180
INTISARI
Pencahayaan
di tempat kerja khususnya di ruang kuliah merupakan aspek penting dalam
menunjang aktivitas baik mahasiswa maupun dosen. Kondisi pencahayaan yang tidak
memenuhi standar dapat mengganggu aktivitas dan menyebabkan terjadinya keluhan
kesehatan khususnya kelelahan mata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian
tingkat pencahayaan di ruang kuliah di Jurusan Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
peralatan Luksmeter, untuk
menghitung kuat pencahayaan masing-masing ruang. Dari hasil analisa dan
pengukuran kemudian dilakukan evaluasi dan simulasi dengan menggunakan program
DIALux v.4.9. Penelitian ini menggunakan disain evaluasi dengan membandingkan
hasil pengukuran dengan standar
atau persyaratan yang berlaku yaitu SNI 03-6197-2000. Berdasarkan hasil pengukuran
menggunakan luksmeter dan hasil simulasi dengan program DIALUx, didapatkan
hasil bahwa raya-rata tingkat pencahayaan di ruang kuliah di Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta belum memenuhi standar yang ditetapkan untuk ruangan
kelas yaitu besarnya masih kurang dari 250 lux. Oleh sebab itu, diperlukan
solusi sistem pencahayaan yang lebih sesuai.
Kata Kunci: Pencahayaan, Ruang Kuliah
I.
PENDAHULUAN
Pencahayaan
merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan
nyaman serta berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik
memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas
dan cepat. Masalah penglihatan tidak bisa lepas dari peran cahaya, karena
manusia tidak akan dapat melihat suatu benda jika tidak ada cahaya yang menimpa
benda tersebut yang kemudian dipantulkan ke mata. Oleh sebab itu aktivitas
manusia sangat perlu memperhatikan penerangan yang cukup, karena dalam jangka
waktu lama akan berdampak pada kelelahan mata jika tidak diimbangi dengan
intensitas penerangan yang memadai (Padmanaba, 2006).
Penerangan
yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seseorang tenaga kerja melihat
pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta membantu
menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Sifat-sifat dari penerangan
yang baik ditentukan oleh pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan,
pencegahan kesilauan, arah sinar, warna dan panas penerangan terhadapkeadaan
lingkungan. Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan
berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan-keluhan pegal di
daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan
meningkatnya kecelakaan (Suma’mur, 1995 dalam
Padmanaba, 2006).
Pencahayaan
di tempat kerja khususnya di ruang kuliah merupakan aspek penting dalam
menunjang aktivitas baik mahasiswa maupun dosen. Kondisi pencahayaan yang tidak
memenuhi standar dapat mengganggu aktivitas dan menyebabkan terjadinya keluhan
kesehatan khususnya kelelahan mata.
Prinsip umum pencahayaan adalah bahwa cahaya yang berlebihan tidak akan
menjadi lebih baik. Penglihatan tidak menjadi lebih baik hanya dari jumlah atau
kuantitas cahaya tetapi juga dari kualitasnya. Kuantitas dan kualitas
pencahayaan yang baik ditentukan dari tingkat refleksi cahaya dan tingkat rasio
pencahayaan pada ruangan (Irianto, 2006).
Ruang
kuliah di Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada adalah ruang
dengan aktivitas utama baca tulis. Menurut Standar Nasional Indonesia
03-6197-2000, kuat penerangan minimum yang diharapkan untuk ruangan kelas
adalah 250 lux. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu untuk melakukan penelitian tentang kuat pencahayaan di
beberapa ruang kuliah karena pencahayaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
mata mahasiswa dan derajat kelelahan mata serta secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat konsentrasi mahasiswa terhadap perkuliahan atau proses
belajar mengajar.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Telah banyak
penelitian yang dilakukan mengenai evaluasi pencahayaan yang ada di ruang
belajar mengajar di Indonesia. Penelitian oleh Luden (2006) mengevaluasi pengaruh jumlah dan tata letak
lampu terhadap kuat penerangan serta pengaruh warna ruangan terhadap kuat
penerangan di sekolah Pelangi Kristus Surabaya. Dari pengukuran diketahui bahwa
kuat penerangan rata-rata beberapa ruang kelas belum memenuhi standar kuat
penerangan dalam ruang kelas yang direkomendasikan sebesar 250 lux. Perbaikan
pada masing-masing kelas dilakukan dengan menambah fluks cahaya (lumen) dalam
ruang kelas, meningkatkan angka reflektansi dinding berupa perubahan warna
dinding, dan perubahan titik lampu. Irianto (2006), melakukan penelitian
mengenai Studi optimasi pencahayaan ruang kuliah dengan memanfaatkan cahaya
alam. Hasilnya Intensitas pencahayaan pada ruang kuliah di lantai 4 Gedung E
Universitas Trisakti adalah baik, hanya saja pemanfaatan cahaya matahari belum
dipertimbangkan. Pemanfaatan cahaya matahari untuk pencahayaan ruangan
memberikan efisiensi pemakaian energi listrik untuk lampu dan mengurangi biaya
konsumsi listrik hingga 33 persennya. Pemilihan lampu dan peletakan luminer
sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas cahaya yang diberikan pada
bidang kerja seperti meja dan papan tulis. Peletakan luminer dianjurkan agar
sejajar jendela sehingga efektifitas sebaran cahaya dari Dari dua belas ruang
kuliah yang pada gedung E, jika dilakukan redisain termasuk rewiring instalasi
pencahayaan maka dari analisis perhitungan optimasi alternatif diperoleh
penghematan konsumsi energi listrik yang cukup besar.
Untuk
Pencahayaan buatan, Putra (2006) melakukan penelitian mengenai pencahayaan
buatan pada ruang kelas. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui jumlah
lampu dan jenis armature yang diperlukan dalam sebuah ruang kelas. Hasilnya
jumlah lampu yang diperlukan pada sebuah ruang kelas dengan ukuran 8.9 m x 10.9
m adalah 12 pasang lampu dengan penempatan yang disebar secara merata diseluruh
kelas dan tambahan sepasang lampu pada ruang sekitar papan tulis.
Padmanaba
(2006) melakukan penelitian pada ruang kelas mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan
Desain Institut Seni Indonesia Denpasar. Dalam mengerjakan tugas-tugas
menggambar mahasiswa sering merasa cepat lelah dan kurang berkonsentrasi karena
penerangan yang kurang memenuhi syarat. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka
dilakukan perbaikan dengan menambahkan penerangan lokal pada meja gambar. Hasil
penelian menunjukkan bahwa penambahan tingkat penerangan lokal memberikan
peningkatan produktivitas kerja sebesar 40%.
Berdasarkan
hal tersebut, maka sangat
perlu untuk melakukan penelitian tentang kuat pencahayaan di beberapa ruang
kuliah di Jurusan Teknik Mesin dan Industri. Tujuan penelitian yang dilakukan
adalah pengukuran faktor pencahayaan ruangan kuliah untuk mengetahui apakah
penerangan yang ada sudah sesuai dengan standar yang ada sehingga dapat
diberikan usulan perbaikan. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan ruangan
berdinding batu bata dan ruangan berdinding kaca dengan korden tertutup di
daerah Kampus Jurusan Teknik Industri Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
III.
METODOLOGI
PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
lapangan yang bersifat observasional dan dilihat dari waktu pelaksanaanya
merupakan penelitian cross sectional,
serta berdasarkan jenis desain termasuk penelitian analitik.
Objek penelitian ini adalah ruang
kuliah di Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Terdapat dua tipe ruang kuliah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu ruang
kuliah dengan dinding terbuat dari batu bata (ruang Sidang S2 Depan) dan ruang
kuliah dengan dinding terbuat dari kaca (ruang M11). Dari masing-masing tipe
ruang kelas ini dilakukan beberapa pengkodisian dengan pencahayaan yang ada,
dalam hal ini peneliti melakukan modifikasi dalam jumlah lampu yang padam dan
menyala.
Gambar 1. Layout Ruang Kuliah dengan Dinding Bermaterial Batu Bata (Ruang Sidang
S2 Depan)
Gambar 2. Layout Ruang Kuliah dengan Dinding Bermaterial Kaca (Ruang M11)
Pengukuran pencahayaan dilakukan
di 5 titik di masing-masing ruangan kelas, yaitu titik A, B, C, D, dan E,
dimana setiap titik dilakukan 3 kali pengulangan pengukuran. Pengukuran
dilakukan di atas meja atau kursi dengan ketinggian ± 70 cm di atas lantai. Pengukuran
tingkat pencahayaan dilakukan dengan menggunakan Luxmeter dengan mengacu
pada Standar Nasional Indonesia tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di
Tempat Kerja (SNI 16-7062-2004).
Tabel 1. Kondisi Ruangan
Tipe
Ruangan
|
Kondisi
|
Keadaan
|
Ruang
Kuliah dengan Dinding Bermaterial Batu Bata (Ruang Sidang S2 Depan)
|
1
|
Semua lampu mati
|
2
|
Semua lampu menyala
|
|
3
|
Lampu 2 dan 4 menyala
|
|
4
|
Lampu 1 dan 3 menyala
|
|
Ruang
Kuliah dengan Dinding Bermaterial Kaca (Ruang M11)
|
1
|
Semua lampu mati
|
2
|
Semua lampu menyala
|
|
3
|
Lampu baris 1 menyala
|
|
4
|
Lampu baris 2 menyala
|
Analisis dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan standar atau persyaratan yang
berlaku yaitu SNI 03-6197-2000. Dari hasil analisa dan pengukuran
kemudian dilakukan evaluasi dan simulasi dengan menggunakan program DIALux
v.4.9. Program DIALux v.4.9. merupakan alat bantu untuk merencanakan sistem
pencahayaan untuk presentasi dan simulasi ruangan dengan menggunakan komputer. Dengan
menggunakan program ini dapat merencanakan lampu yang akan digunakan dalam
kamar, pemandangan atau bangunan.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Ruang Kuliah dengan Dinding Bermaterial Batu Bata
(Ruang Sidang S2 Depan)
4.1.1. Deskripsi Ruangan
Ruang Sidang S2 Depan merupakan
salah satu ruang belajar yang baru selesai dibangun di Jurusan Teknik Mesin dan
Industri. Ruangan ini terletak di lantai 2 sebelah barat gedung JTMI. Ruang Sidang
S2 Depan memiliki luasan sekitar 6 x 8 m2 dengan ketinggian plafon
ruangan 3 m. Dinding ruangan terbuat dari batu bata dan menggunakan cat dinding
berwarna krem muda. Atap plafon terbuat dari gypsum dan dicat menggunakan warna
putih. Lantainya menggunakan keramik berwarna krem muda. Ruangan ini mempunyai
satu buah pintu yang terbuat dari kaca. Selain itu, ruangan ini memiliki
jendela kaca dengan lebar 0,5 meter di sepanjang sisi kanan dan kiri ruangan.
Jendela diletakkan di bagian atas dinding.
4.1.2. Hasil Pengukuran
Berdasarkan
hasil pengukuran manual menggunakan luksmeter, didapatkan hasil seperti yang
dituliskan pada tabel 2 untuk masing-masing kondisi ruangan.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Ruang
Kuliah
dengan Dinding Bermaterial Batu
Bata (Ruang Sidang S2 Depan)
Titik Pengukuran
|
Kondisi 1
|
Kondisi 2
|
Kondisi 3
|
Kondisi 4
|
||||
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
|
Titik A
|
3,2
|
0,3
|
158,5
|
14,7
|
60,0
|
5,4
|
108,6
|
10,1
|
Titik B
|
3,9
|
0,3
|
260,7
|
24,6
|
113,6
|
10,5
|
157,4
|
14,6
|
Titik C
|
3,5
|
0,3
|
187,8
|
17,3
|
125,6
|
11,6
|
76,2
|
7,0
|
Titik D
|
3,1
|
0,2
|
105,1
|
9,8
|
62,7
|
5,6
|
48,0
|
4,3
|
Titik E
|
3,7
|
0,3
|
334,3
|
32,2
|
152,9
|
14,0
|
186,2
|
17,0
|
Rata-rata
|
3,5
|
0,3
|
209,3
|
19,7
|
103,0
|
9,4
|
115,3
|
10,6
|
Berdasarkan hasil pengukuran manual
menggunakan luksmeter, besarnya tingkat pencahayaan rata-rata di dalam ruang
kelas berdinding batu bata dengang berbagai macam kondisi pencahayaan adalah
kurang dari besarnya tingkat pencahayaan yang dianjurkan pada ruang kegiatan
belajar mengajar yaitu sebesar 250 lux (Standar Nasional Indonesia, 2000).
Hanya titik E pada kondisi lampu menyala semua (kondisi 2), yang besarnya
memenuhi standar SNI. Selain itu besarnya pencahayaan di titik E lebih besar
daripada titik pengukuran yang lainnya untuk semua kondisi. Hal ini dikarenakan
pada saat pengukuran, posisi pengamat tepat di bawah pencahayaan lampu.
4.1.3. Hasil Simulasi DIALux
Untuk mempermudah dalam menganalisis
sistem pencahayaan pada penelitian ini digunakan alat bantu yaitu program
DIALux v.4.9. Program ini memiliki kemampuan untuk menghitung besar cahaya yang
ada di dalam sebuah ruangan, beserta dengan semua hal-hal yang berhubungan
dengan sistem pencahayaannya. Dalam penelitian ini, kondisi ruangan yang
disimulasikan menggunakan DIALux adalah kondisi dimana terdapat lampu menyala.
Untuk keadaan semua lampu dimatikan, tidak disimulasikan di dalam program ini.
Kondisi 2
|
Kondisi 3
|
Kondisi 4
|
Gambar 3. Hasil Verifikasi 3D
Ruangan Sidang S2 Depan
Kondisi 2:
|
Kondisi 3:
|
Kondisi 4:
|
Gambar 4. Daftar Hasil
Perhitungan Luminasi Dalam Ruangan Sidang S2 Depan
|
Gambar
5. Model Layout Penyebaran Cahaya Pada Ruangan Sidang S2 Depan
Melalui
gambar dan data di atas, dapat dilihat bahwa luminasi terbesar berada pada
titik letak dari lampu atau sumber cahayanya. Daerah di sekitar sumber cahaya
mendapatkan pancaran cahaya yang tentu saja memiliki luminasi lebih kecil
dibandingkan dengan di tempat pusat cahaya. Besarnya luminasi cahaya rata -
rata (Eav) pada ruang ini dikatakan masih kecil, yaitu 172 lux pada
kondisi lampu menyala semua (kondisi 2), 88 lux dan 86 lux pada kondisi dimana
hanya dua buah lampu yang menyala (kondisi 3 dan 4). Terdapat titik-titik
tertentu dimana tingkat pencahayaan sangat minimum pada ketiga kondisi ini
yaitu 54 lux pada kondisi 2, 24 lux pada kondisi 3, dan 21 lux pada kondisi 4.
Sedangkan luminasi maksimum berada pada nilai 264 lux pada kondisi 2, 180 lux
pada kondisi 3, dan 158 pada kondisi 4. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
penyebaran cahaya di ruangan ini belum merata untuk berbagai macam kondisi.
Hasil
simulasi dari DIALux memberikan hasil yang lebih kecil daripada pengukuran
manual menggunakan Luksmeter, tetapi hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda secara
signifikan antara keduanya. Berdasarkan hasil ini, pencahayaan di ruang Sidang
S2 Depan belum bisa dikatakan baik dan belum bisa memenuhi standar pencahayaan
yang sudah ditetapkan untuk ruang kelas yaitu 250 lux. Oleh sebab itu,
diperlukan solusi sistem pencahayaan yang lebih sesuai.
4.2. Ruang Kuliah dengan Dinding Bermaterial Kaca (Ruang
M11)
4.2.1. Deskripsi Ruangan
Ruang M11 merupakan salah satu
ruang belajar di Jurusan Teknik Mesin dan Industri. Ruangan ini terletak di
lantai 2 sebelah barat gedung JTMI. Ruang M11 ini hampir setiap hari digunakan
sebagai ruang kelas untuk beberapa mata kuliah di JTMI. Dengan tingkat
penggunaan yang cukup tinggi maka kenyamanan ruang sangatlah diperhatikan.
Untuk itu ada beberapa fasilitas yang disediakan di ruangan ini, seperti 1 unit
papan tulis, 1 set viewer, 1 layar viewer, 1 unit meja dosen, 1 unit air conditioner, dan bangku kuliah.
Ukuran ruangan ini adalah 6 m x 5,5 m x 3 m dengan kondisi ruangan dikelilingi
oleh kaca di ketiga sisinya dan satu sisi merupakan tembok batu bata (gambar 1).
Untuk tembok kaca bagian belakang yang berpaparan langsung dengan sinar
matahari dari luar, diberi gorden berwarna biru. Sedangkan tembok kaca di dua
sisi yang lain merupakan pembatas antar ruang kuliah satu dengan yang lainnya. Lantai
terbuat dari keramik berwarna abu-abu terang. Posisi lampu menyebar secara
merata di ruangan ini. Terdapat 6 titik lokasi lampu yang diletakkan di
langit-langit ruangan ini. Jenis lampu yang digunakan adalah lampu TL berjumlah
2 buah untuk masing-masing titik.
4.2.2. Hasil Pengukuran
Berdasarkan
hasil pengukuran manual menggunakan luksmeter, didapatkan hasil seperti yang
dituliskan pada tabel 3 untuk masing-masing kondisi ruangan.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Ruang
Kuliah
dengan Dinding Bermaterial Kaca
dan Gorden Tertutup Rapat
(Ruang M11)
Titik Pengukuran
|
Kondisi 1
|
Kondisi 2
|
Kondisi 3
|
Kondisi 4
|
||||
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
Kuat Penerangan
(lux)
|
Intensitas Cahaya
(fc)
|
|
Titik A
|
5,5
|
0,5
|
189,4
|
17,8
|
46,6
|
4,3
|
149,0
|
13,4
|
Titik B
|
5,0
|
0,4
|
227,3
|
21,5
|
47,8
|
4,4
|
192,6
|
17,9
|
Titik C
|
15,2
|
1,3
|
191,0
|
17,8
|
160,1
|
14,9
|
53,2
|
4,9
|
Titik D
|
14,7
|
1,3
|
155,4
|
14,3
|
124,8
|
11,6
|
44,9
|
4,2
|
Titik E
|
6,9
|
0,5
|
321,3
|
30,0
|
180,7
|
16,8
|
159,7
|
14,8
|
Rata-rata
|
9,5
|
0,8
|
216,9
|
20,3
|
112,0
|
10,4
|
119,9
|
11,0
|
Berdasarkan hasil pengukuran
manual menggunakan luksmeter, besarnya tingkat pencahayaan rata-rata di dalam
ruang kelas berdinding kaca dan kondisi gorden tertutup dengan berbagai macam
kondisi pencahayaan adalah kurang dari besarnya tingkat pencahayaan yang
dianjurkan pada ruang kegiatan belajar mengajar yaitu sebesar 250 lux (Standar
Nasional Indonesia, 2000). Hanya titik E pada kondisi lampu menyala semua
(kondisi 2), yang besarnya memenuhi standar SNI. Hal ini dikarenakan pada saat
pengukuran, posisi pengamat tepat di bawah pencahayaan lampu.
VI.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran
tingkat pencahayaan di ruang kuliah Jurusan Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada, didapatkan bahwa tingkat pencahayaan di ruang kuliah
ini masih di bawah standar yang ditetapkan untuk ruangan kelas, yaitu 250 lux.
Pengukuran manual menggunakan luksmeter, didapatkan hasil bahwa besarnya
luminasi cahaya rata rata pada ruangan Sidang S2 Depan adalah 209,3 lux pada pada
kondisi dimana semua lampu menyala (kondisi 2); 103 lux pada kondisi dimana
hanya lampu 1 dan 3 yang menyala (kondisi 3) dan 115,3 lux pada kondisi dimana
hanya lampu 2 dan 4 yang menyala (kondisi 4). Sedangkan dengan menggunakan
program DIALUX, besarnya luminasi cahaya rata - rata (Eav) pada
ruang ini adalah yaitu 172 lux pada
kondisi 2, 88 lux pada kondisi 3 dan 86 lux pada kondisi 4. Untuk ruang M11,
pengukuran manual menggunakan luksmeter, didapatkan hasil bahwa besarnya
luminasi cahaya rata rata pada ruangan ini adalah 216,9 lux pada kondisi lampu
menyala semua (kondisi 2); 112 lux pada kondisi dimana lampu pada baris pertama
yang (kondisi 3) dan 119,9 lux pada kondisi dimana lampu pada baris kedua
menyala kondisi 4. Sedangkan dengan menggunakan program DIALUX, besarnya
luminasi cahaya rata - rata (Eav) pada ruang ini adalah yaitu 223
lux pada kondisi 2, 110 lux pada kondisi
3 dan 114 lux pada kondisi 4. Berdasarkan hasil ini, terlihat bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pengukuran manual menggunakan luksmeter dengan
simulasi menggunakan program DIALux. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
memberikan data pendukung mengenai bagaimana respon subjektif dari penghuni
ruangan terhadap kondisi ruang kulaih yang ada, sehingga bisa dibandingkan
dengan hasil pengukuran yang didapat. Selain itu, perlu diberikan solusi
terhadap ruangan yang dievaluasi, sehingga tingkat pencahayaan dalam ruangan
tersebut bisa memenuhi standar yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto,
C Gagarin. 2006. Studi Optimasi
Pencahayaan Ruang Kuliah dengan Memanfaatkan Cahaya Alam. JETri, Volume 5, Nomor 2, Halaman
1-20. Universitas Trisakti. Jakarta.
Luden, A.
Sasnugraha. 2006. Analisa Kuat Cahaya di
Sekolah Pelangi Kristus Surabaya. Akses Online Tanggal 26 Oktober 201.;
URL: http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_8288.html
Nurdiah, E Asih;
Dinapradipta, A; Antaryama, IGN. 2007. Pengaruh
Lingkungan Penerangan Terhadap Kualitas Ruang Pada Dua Tipe Ruang Kantor Studi
Kasus : Gedung Graha Pena. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana VII. .Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya.
Padmanaba,
CGR. 2006. Pengaruh Penerangan dalam
Ruang terhadap Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Jurnal
Petra, Akses Online
Tanggal 26 Oktober 2011. URL: http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT
Putra,
IDGAD. 2006. Perencanaan Pencahayaan
Buatan pada Ruang Kelas. Universitas Udayana. Denpasar.
Standar
Nasional Indonesia. 2000. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan: SNI 03-6197-2000. Akses Online Tanggal 26 Oktober 2011. URL: http://mmbeling.files.wordpress.com/2008/09/sni-03-6197-2000.pdf
Standar Nasional Indonesia. 2004. Pengukuran
Intensitas Penerangan di Tempat Kerja: SNI 16-7062-2004. Akses Online
Tanggal 26 Oktober 2011. URL: http://www.scribd.com/doc/6477328/sni-1670622004-penerangan